Peraturan dan Regulasi
Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE)
Abstrak
RUU
(Rancangan Undang-Undang) Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sudah
diterapkan dan dipertimbangkan oleh pemerintah sejak tahun 2001. Undang-Undang
tentang informasi dan transaksi elektronik di Indonesia di atur oleh UU No. 11
tahun 2008. Masyarakat Indonesia belum begitu mempercayai transaksi elektronik
karena riskan terhadap penipuan, namun sebagian masyarakat Indonesia sering
melakukan transaksi elektronik.
Pendahuluan
E-commerce atau Elektronic
Commerce atau perdagangan elektonik merupakan sebuah transaksi jual beli
yang dilakukan melalui media internet. Sekarang ini sudah banyak perusahaan
global maupun lokal yang menjual barang-barang atau produk mereka melalui website atau toko online. E-commerce di
Indonesia kurang begitu diminati oleh masyarakatnya karena bertransaksi dengan
orang lain melalui media internet memang sangat riskan. Bagi sebagian orang
yang sangat mementingkan keamanan dalam membeli sesuatu tentu saja mereka akan
lebih memilh untuk membeli barang di offline shop langsung daripada di online shop.
Alasan lain sebagian masyarakat Indonesia tidak
begitu tertarik dengan online shop adalah karena belum adanya undang-undang
yang sah untuk bertransaksi secara elektornik, tentu saja hal itu juga
memperbesar kemungkinan untuk para penipu melakukan kejahatannya dengan
menggunakan transaksi elektronik. Sebenarnya Rancangan Undang-Undang tentang
Informasi Transaksi Elektronik sudah ada sejak tahun 2001 di Indonesia namun
baru ditetapkan tahun 2008. Akan tetapi undang-undang No. 11 Tahun 2008
tersebut masih belum diketahui banyak pihak dan sepertinya belum
direalisasikan. Kesulitan untuk melakukan pengawasan transaksi elektronik
menjadi salah satu alasan UU ITE belum begitu diterapkan.
Pembahasan
Berikut
ini merupakan Rancangan Undang Undang tentang Informas dan Transaksi
Elektronik:
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam
Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Teknologi
informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan,
memproses, mengumumkan, menganalisa, dan menyebarkan informasi.
2. Komputer
adalah alat pemroses data elektronik, magnetik, optikal, atau sistem yang
melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.
3. Informasi
elektronik adalah sekumpulan data elektronik yang diantaranya meliputi teks,
simbol, gambar, tanda-tanda, isyarat, tulisan, suara, bunyi, dan bentuk-bentuk
lainnya.
4. Sistem
elektronik adalah sistem untuk mengumpulkan, mempersiapkan, menyimpan,
memproses, mengumumkan, menganalisa, dan menyebarkan informasi elektronik.
5. Tanda tangan
elektronik adalah informasi elektronik yang dilekatkan, memiliki hubungan
langsung atau terasosiasi pada suatu informasi elektronik lain yang ditujukan
oleh pihak yang bersangkutan untuk menunjukkan identitas dan status subyek
hukum.
6. Penandatangan
adalah subyek hukum yang terasosiasikan dengan tanda tangan elektronik.
7. Lembaga
sertifikasi keandalan (trustmark) adalah lembaga yang diberi kewenangan
untuk melakukan audit dan mengeluarkan sertifikat keandalan atas pelaku usaha
dan produk berkaitan dengan kegiatan perdagangan elektronik.
8. Penyelenggara
sertifikasi elektronik adalah subyek hukum yang berfungsi sebagai pihak ketiga
yang layak dipercaya, yang menyelenggarakan pembuatan tanda tangan elektronik
untuk penandatangan dan memastikan identitas dan status subyek hokum
penandatangan tersebut selama keberlakuan tanda tangan elektronik.
9. Transaksi
elektronik adalah hubungan hukum yang dilakukan melalui komputer, jaringan
komputer, atau media elektronik lainnya.
10. Agen
elektronik adalah sistem elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan
terhadap suatu informasi elektronik tertentu secara otomatis yang
diselenggarakan oleh seseorang.
11. Akses adalah
kegiatan melakukan interaksi dengan sistem elektronik yang berdiri sendiri atau
dalam jaringan.
12. Badan usaha
adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan baik yang berbadan
hukum maupun tidak berbadan hukum.
13. Dokumen
elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan,
dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital,
elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya.
14. Penerima
adalah subyek hukum yang menerima suatu informasi elektronik dari pengirim.
15. Pengirim
adalah subyek hukum yang mengirimkan informasi elektronik
16. Jaringan
sistem elektronik adalah terhubungnya dua atau lebih sistem elektronik baik
yang bersifat tertutup maupun yang bersifat terbuka.
17. Kontrak elektronik
adalah perjanjian yang dimuat dalam dokumen elektronik atau media elektronik
lainnya.
18. Nama domain
adalah alamat internet dari seseorang, perkumpulan, organisasi, atau badan
usaha, yang dapat dilakukan untuk berkomunikasi melalui internet, yang berupa
kode atau susunan karakter yang bersifat unik, menunjukkan lokasi tertentu
dalam internet.
19. Kode akses
adalah angka, huruf, simbol lainnya atau kombinasi diantaranya yang merupakan
kunci untuk dapat mengakses komputer, jaringan komputer, internet, atau media
elektronik lainnya.
20.
Penyelenggaraan sistem elektronik adalah pemanfaatan sistem elektronik oleh
Pemerintah dan atau swasta.
BAB
II
ASAS
DAN TUJUAN
Pasal
2
Pemanfaatan
teknologi informasi dan transaksi elektronik dilaksanakan berdasarkan asas
kepastian hukum, manfaat, hati-hati, itikad baik, dan netral teknologi.
Pasal
3
Pemanfaatan
teknologi informasi dan transaksi elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk :
a. mencerdaskan
kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
b.mengembangan
perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan pertumbuhan ekonomi nasional;
c. efektifitas
dan efisiensi pelayanan publik dengan memanfaatkan secara optimal teknologi
informasi untuk tercapainya keadilan dan kepastian hukum;
d. memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk mengembangkan pemikiran dan
kemampuannya di bidang teknologi informasi secara bertanggung jawab dalam
rangka menghadapi perkembangan teknologi informasi dunia;
BAB
III
INFORMASI
ELEKTRONIK
Pasal
4
(1) Informasi
elektronik memiliki kekuatan hukum sebagai alat bukti yang sah.
(2) Bentuk
tertulis (print out) dari informasi elektronik merupakan alat bukti dan
memiliki akibat hukum yang sah.
(3) Informasi
elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan sistem elektronik yang dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan perkembangan teknologi informasi.
(4) Ketentuan
mengenai informasi elektronik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3)
tidak berlaku untuk :
a. pembuatan dan
pelaksanaan surat wasiat;
b. pembuatan dan
pelaksanaan surat-surat terjadinya perkawinan dan putusnya perkawinan
c. surat-surat
berharga yang menurut undang-undang harus dibuat dalam bentuk tertulis;
d. perjanjian yang
berkaitan dengan transaksi barang tidak bergerak;
e.
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan hak kepemilikan; dan
f.
dokumen-dokumen lain yang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku
mengharuskan adanya pengesahan notaris atau pejabat yang berwenang.
Pasal
5
Pemanfaatan
teknologi informasi dan sistem elektronik dilindungi berdasarkan
undang-undang
ini.
Pasal
6
Terhadap semua
ketentuan hukum yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk
tertulis atau asli selain yang diatur dalam Pasal 4 ayat (4), persyaratan
tersebut telah terpenuhi berdasarkan undang-undang ini jika informasi
elektronik tersebut dapat terjamin keutuhannya dan dapat dipertanggungjawabkan,
dapat diakses, dapat ditampilkan sehingga menerangkan suatu keadaan.
Pasal
7
Setiap orang
yang menyatakan suatu hak, memperkuat hak yang telah ada, atau menolak hak
orang lain berdasarkan atas keberadaan suatu informasi elektronik harus
menunjukkan bahwa informasi elektronik tersebut terjamin keutuhannya, dapat
dipertanggungjawabkan, dapat diakses, dan dapat ditampilkan sehingga dapat
menerangkan suatu keadaan.
Pasal
8
Setiap orang
yang akan menggunakan hak sebagaimana dimaksud pada Pasal 7, harus memastikan
bahwa informasi elektronik yang ada padanya berasal dari sistem elektronik
terpercaya.
Pasal
9
(1) Kecuali
disepakati lain, waktu pengiriman suatu informasi elektronik ditentukan saat:
a. informasi
elektronik dialamatkan dengan benar oleh pengirim ke suatu sistem elektronik
yang ditunjuk atau dipergunakan penerima;
b. Informasi
elektronik telah memasuki sistem elektronik yang berada di luar kendali
pengirim;
(2) Kecuali
disepakati lain, waktu penerimaan suatu informasi elektronik ditentukan saat:
a. informasi
elektronik memasuki sistem elektronik di bawah kendali penerima yang berhak.
b. Apabila
penerima telah menunjuk suatu sistem elektronik tertentu untuk menerima
informasi elektronik, penerimaan terjadi pada saat informasi elektronik
memasuki sistem elektronik yang ditunjuk;
Pasal
10
(1) Setiap orang
berhak memperoleh informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan
syarat-syarat kontrak, produsen dan produk yang ditawarkan melalui media
elektronik.
(2) Pemerintah
atau masyarakat dapat membentuk lembaga sertifikasi keandalan yang fungsinya
memberikan sertifikasi terhadap pelaku usaha dan produk yang ditawarkannya
secara elektronik.
(3) Ketentuan
mengenai pembentukan lembaga sertifikasi keandalan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
11
Tanda tangan
elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi
ketentuan dalam undang-undang ini.
Pasal
12
Teknik, metode,
sarana, atau proses pembuatan tanda tangan elektronik memiliki kedudukan hukum
yang sah selama memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini.
Pasal
13
(1) Tanda tangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Data
pembuatan tanda tangan terkait hanya kepada penanda tangan saja.
b. Data
pembuatan tanda tangan elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik
hanya berada dalam kuasa penandatangan;
c. Segala
perubahan terhadap tanda tangan elektronik yang terjadi setelah waktu
penandatanganan dapat diketahui;
d. Segala
perubahan terhadap informasi elektronik yang terkait dengan tanda tangan elektronik
tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
e. Terdapat cara
tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa penandatangannya;
f. Terdapat cara
tertentu untuk menunjukkan bahwa penandatangan telah memberikan persetujuan
terhadap informasi elektronik yang terkait;
(2) Ketentuan
mengenai tanda tangan elektronik sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
14
(1) Setiap orang
yang terlibat dalam tanda tangan elektronik berkewajiban memberikan pengamanan
atas tanda tangan elektronik yang digunakannya;
(2) Pelanggaran
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berakibat tanda tangan elektronik
dimaksud tidak dapat digunakan sebagai alat bukti;
Pasal
15
(1) Setiap orang
dapat menggunakan jasa penyelenggara sertifikasi elektronik untuk tanda tangan
elektronik yang dibuatnya.
(2)
Penyelenggara sertifikasi elektronik harus memastikan keterkaitan suatu tanda
tangan elektronik dengan pihak yang bersangkutan.
Pasal
16
(1)
Penyelenggara sertifikasi elektronik sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 wajib
menyediakan informasi yang sepatutnya kepada para pengguna jasanya yang
meliputi :
a. Metode yang
digunakan untuk mengidentifikasi penandatangan;
b. Hal-hal yang
dapat digunakan untuk mengetahui data pembuatan tanda tangan elektronik;
c. Hal-hal yang
dapat menunjukkan keberlakuan dan keamanan tanda tangan elektronik;
(2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai penyelenggara sertifikasi elektronik diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB
IV
PENYELENGGARAAN
SISTEM ELEKTRONIK
Pasal
17
(1) Informasi
dan transaksi elektronik diselenggarakan oleh sistem elektronik yang
terpercaya.
(2) Sistem
elektronik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terpercaya apabila sistem
tersebut andal, aman, dan beroperasi sebagaimana mestinya.
(3)
Penyelenggara sistem elektronik bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan
sistem elektronik yang diselenggarakannya.
(4) Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak berlaku jika dapat dibuktikan
terdapat pihak tertentu yang melakukan tindakan sehingga sistem elektronik
dimaksud tidak beroperasi sebagaimana mestinya.
Pasal
18
(1)Sepanjang
tidak ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri, setiap penyelenggara
sistem elektronik harus mengoperasikan sistem elektronik yang memenuhi
persyaratan minimum sebagai berikut:
a. dapat
menampilkan kembali informasi elektronik yang berkaitan dengan penyelenggaraan
sistem elektronik yang telah berlangsung;
b. dapat
melindungi keotentikan, integritas, kerahasiaan, ketersediaan, dan keteraksesan
dari informasi elektronik dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersebut;
c. dapat
beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam penyelenggaraan sistem
elektronik tersebut;
d. dilengkapi
dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau
simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan penyelenggaraan
sistem elektronik tersebut; dan
e. memiliki
mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan
pertanggungjawaban prosedur atau petunjuk tersebut;
(2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai penyelenggaraan sistem elektronik sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB
V
TRANSAKSI
ELEKTRONIK
Pasal
19
(1)
Penyelenggaraan transaksi elektronik bersifat terbuka, baik dalam lingkup publik
maupun privat.
(2) Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
20
(1) Transaksi
elektronik yang dituangkan dalam kontrak elektronik mengikat para pihak.
(2) Para pihak
memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi transaksi elektronik
internasional yang dibuatnya.
(3) Apabila para
pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam transaksi elektronik internasional,
hukum yang berlaku didasarkan pada asas-asas Hukum Perdata Internasional.
(4) Para pihak
memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase atau lembaga
penyelesaian sengketa alternatif yang berwenang menangani sengketa yang mungkin
timbul dari transaksi elektronik.
(5) Apabila para
pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud dalam ayat (4)
penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase atau lembaga penyelesaian sengketa
alternatif yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi
tersebut, didasarkan pada asas-asas Hukum Perdata Internasional.
Pasal
21
(1) Para pihak
yang akan melakukan transaksi elektronik harus sepakat untuk menggunakan sistem
elektronik tertentu
(2) Kesepakatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan baik secara eksplisit
maupun implisit (diam-diam)
Pasal
22
(1) Transaksi
elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim pengirim telah
diterima dan disetujui penerima.
(2) Transaksi
elektronik yang diselenggarakan pemerintah tunduk pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal
23
(1) Pengirim
maupun penerima dapat melakukan transaksi elektronik melalui pihak yang
dikuasakan olehnya atau melalui agen elektronik.
(2) Segala
akibat hukum yang lahir dari pengoperasiaan agen elektronik sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) menjadi tanggung jawab pemberi kuasa.
(3) Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku jika dapat dibuktikan
terdapat pihak tertentu yang melakukan tindakan sehingga agen elektronik
dimaksud tidak beroperasi sebagaimana mestinya.
Pasal
24
Agen elektronik
harus memberikan kesempatan dalam hal pihak yang menggunakannya bermaksud akan
melakukan perubahan terhadap informasi yang hendak disampaikan melalui agen
elektronik tersebut yang masih dalam proses transaksi.
Pasal
25
Kebiasaan dan
praktek perdagangan yang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dinyatakan
tetap berlaku.
BAB
VI
NAMA
DOMAIN, HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
DAN
PERLINDUNGAN HAK PRIBADI (PRIVASI)
Pasal
26
(1) Setiap orang
berhak memiliki nama domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama.
(2) Pemilikan
dan penggunaan nama domain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didasarkan
pada itikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan
tidak melanggar hak orang lain.
(3) Setiap orang
yang dirugikan karena penggunaan nama domain secara tanpa hak oleh orang lain
berhak mengajukan gugatan ganti rugi.
(4) Pengelola
pendaftaran nama domain dapat dibentuk baik oleh masyarakat maupun Pemerintah.
(5) Pengelola
pendaftaran nama domain yang berada diluar wilayah Indonesia diakui keberadaannya
berdasarkan undang-undang ini.
(6) Ketentuan
lebih lanjut mengenai pengelolaan nama domain sebagaimana dimaksud dalam ayat
(4) dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
27
(1) Informasi
elektronik yang disusun menjadi karya intelektual dilindungi sebagai Hak
Kekayaan Intelektual.
(2) Desain situs
internet dan karya-karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai
Hak Kekayaan Intelektual.
Pasal
28
(1) Penggunaan
setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data tentang hak
pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan pemilik data tersebut.
(2) Dikecualikan
dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah penggunaan informasi
yang bersifat umum dan tidak bersifat rahasia melalui media elektronik.
BAB
VII
PEMANFAATAN
TEKNOLOGI INFORMASI
DAN
PERLINDUNGAN SISTEM ELEKTRONIK
Pasal
29
Setiap orang
dilarang dengan sengaja dan melawan hukum :
(1) Menggunakan
dan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik dengan cara apapun atau
melampaui batas wewenangnya, dengan maksud untuk memperoleh atau mengubah
informasi dalam computer dan atau sistem elektronik.
(2) menggunakan
dan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik dengan melampaui batas
wewenangnya, dengan maksud memperoleh informasi milik pemerintah yang karena
statusnya harus dirahasiakan atau dilindungi.
(3) menggunakan
dan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik dengan melampaui batas
wewenangnya, dengan maksud memperoleh informasi pertahanan nasional atau
hubungan internasional yang dapat menyebabkan gangguan atau bahaya terhadap
Negara dan atau hubungan dengan subyek Hukum Internasional.
Pasal
30
Setiap orang
dilarang dengan sengaja dan melawan hukum melakukan tindakan yang secara tanpa
hak yang menyebabkan transmisi dari program, informasi, kode atau perintah,
komputer dan atau sistem elektronik yang dilindungi Negara menjadi rusak.
Pasal
31
Setiap orang
dilarang dengan sengaja dan melawan hukum menggunakan dan atau mengakses
komputer dan atau sistem elektronik secara tanpa hak atau melampaui
wewenangnya, baik dari dalam maupun luar negeri untuk memperoleh informasi dari
komputer dan atau sistem elektronik yang dilindungi oleh negara.
Pasal
32
Setiap orang
dilarang dengan sengaja dan melawan hukum :
(1) menggunakan
dan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik milik pemerintah yang
dilindungi secara tanpa hak;
(2) menggunakan
dan atau mengakses tanpa hak atau melampaui wewenangnya komputer dan atau
sistem elektronik yang dilindungi oleh negara, yang mengakibatkan komputer dan
atau sistem elektronik tersebut menjadi rusak.
(3) menggunakan
dan atau mengakses tanpa hak atau melampaui wewenangnya komputer dan atau
sistem elektronik yang dilindungi oleh masyarakat, yang mengakibatkan komputer
dan atau sistem elektronik tersebut menjadi rusak.
(4) mempengaruhi
atau mengakibatkan terganggunya komputer dan atau sistem elektronik yang
digunakan oleh pemerintah.
Pasal
33
Setiap orang
dilarang dengan sengaja dan melawan hukum :
(1) menggunakan
dan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik secara tanpa hak atau
melampaui wewenangnya dengan maksud memperoleh keuntungan atau memperoleh
informasi keuangan dari lembaga perbankan atau lembaga keuangan, penerbit kartu
kredit, atau kartu pembayaran atau yang mengandung data
laporan
nasabahnya.
(2) Menggunakan
dan atau mengakses dengan cara apapun kartu kredit atau kartu pembayaran milik
orang lain secara tanpa hak dalam transaksi elektronik untuk memperoleh
keuntungan
Pasal
34
Setiap orang
dilarang dengan sengaja dan melawan hukum menggunakan dan atau mengakses
komputer dan atau sistem elektronik lembaga keuangan dan atau perbankan yang
dilindungi secara tanpa hak atau melampaui wewenangnya, dengan maksud
menyalahgunakan, dan atau untuk mendapatkan keuntungan daripadanya.
Pasal
35
Setiap orang
dilarang dengan sengaja dan melawan hukum :
(1) menyebarkan,
memperdagangkan, dan atau memanfaatkan kode akses (password) atau
informasi yang serupa dengan hal tersebut, yang dapat digunakan menerobos
komputer dan atau sistem elektronik dengan tujuan menyalahgunakan yang
akibatnya dapat mempengaruhi sistem elektronik keuangan dan atau perbankan,
serta perniagaan di dalam dan luar negeri.
(2) Menyebarkan,
memperdagangkan, dan atau memanfaatkan kode akses (password) atau
informasi yang serupa dengan hal tersebut, yang dapat digunakan menerobos
komputer dan atau sistem elektronik dengan tujuan untuk menyalahgunakan
komputer dan atau sistem elektronik yang digunakan atau dilindungi oleh
pemerintah.
Pasal
36
Setiap orang
dilarang dengan sengaja dan melawan hukum melakukan perbuatan dalam rangka
hubungan internasional dengan maksud merusak komputer atau sistem elektronik
lainnya yang dilindungi negara dan berada di wilayah yurisdiksi Indonesia dan
ditujukan kepada siapa pun.
BAB
VIII
PENYELESAIAN
SENGKETA
Bagian
Pertama
Gugatan
Perwakilan
Pasal
37
Masyarakat dapat
melakukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang menggunakan teknologi
informasi untuk hal-hal yang akibatnya dapat merugikan masyarakat.
Bagian
Kedua
Gugatan
Perdata atas Pelanggaran yang Terkait dengan
Pemanfaatan
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik
Pasal
38
(1) Setiap orang
atau badan usaha baik yang berbentuk badan hokum maupun bukan badan hukum dapat
mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak memanfaatkan
teknologi informasi yang mengakibatkan kerugian bagi yang bersangkutan.
(2) Gugatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada Pengadilan Niaga.
(3) Gugatan yang
diajukan kepada Pengadilan Niaga terbatas pada perkara yang bersifat komersial
dan salah satu pihak atau lebih merupakan pelaku usaha.
(4) Gugatan
selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diajukan melalui Pengadilan Negeri.
Bagian
Ketiga
Tata
Cara Gugatan Perdata
atas
Pelanggaran Pemanfaatan Teknologi Informasi
melalui
Pengadilan Niaga
Pasal
39
(1) Gugatan
terhadap adanya pemanfaatan teknologi informasi secara tanpa hak diajukan
kepada Pengadilan Niaga dalam wilayah hukum tempat tinggal tergugat.
(2) Dalam hal
tempat tinggal tergugat tidak diketahui maka berlaku pengecualian terhadap
pengajuan gugatan sebagaimana diatur dalam Hukum Acara Perdata.
(3) Dalam hal
pihak tergugat bertempat tinggal di luar wilayah Negara Republik Indonesia maka
pemanggilannya dilakukan dengan perantaraan perwakilan negara Republik
Indonesia di negara tempat tinggal tergugat.
(4) Dalam hal
pihak tergugat bertempat tinggal di luar wilayah Negara Republik Indonesia
gugatan tersebut diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
(5) Panitera
mendaftarkan gugatan tersebut pada tanggal gugatan yang bersangkutan diajukan
dan kepada penggugat diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani
Panitera dengan tanggal yang sama seperti tanggal pendaftaran gugatan.
(6) Panitera
menyampaikan gugatan tersebut kepada Ketua Pengadilan dalam jangka waktu paling
lama 2 (dua) hari terhitung sejak gugatan didaftarkan.
(7) Pengadilan
Niaga mempelajari gugatan dan menetapkan hari siding terhitung paling lama 3
(tiga) hari sejak tanggal gugatan tersebut didaftarkan.
(8) Sidang
pemeriksaan atas gugatan tersebut diselenggarakan dalam jangka waktu paling
lama 60 (enam puluh) hari setelah gugatan didaftarkan.
(9) Juru Sita
memanggil para pihak paling lama 7 (tujuh) hari setelah gugatan didaftarkan.
(10) Putusan
atas gugatan tersebut harus diucapkan paling lama 90 (sembilan puluh) hari
setelah gugatan didaftarkan dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh)
hari dengan persetujuan Mahkamah Agung.
(11) Setiap
putusan atas gugatan harus memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang
mendasaari putusan tersebut dan harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum
serta dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun terhadap putusan tersebut
diajukan upaya hukum.
(12) Isi putusan
Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (11) wajib disampaikan oleh
juru sita kepada para pihak paling lama 14 (empat belas) hari setelah putusan
tersebut diucapkan.
Bagian
Keempat
Upaya
Hukum terhadap Putusan
Pasal
40
(1) Terhadap
putusan Pengadilan Niaga hanya dapat diajukan upaya hokum kasasi kepada
Mahkamah Agung.
(2) Terhadap
putusan Pengadilan Niaga yang telah berkekuatan hukum tetap dapat diajukan
peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.
(3) Permohonan
peninjauan kembali dapat diajukan apabila :
a. Terdapat
bukti baru yang penting yang apabila diketahui pada tahap persidangan
sebelumnya akan menghasilkan putusan yang berbeda; atau
b. Pengadilan
Niaga yang bersangkutan telah melakukan kesalahan berat dalam penerapan hukum.
Pasal
41
(1) Pengajuan
permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 40 ayat (3) huruf a dilakukan dalam jangka waktu 180 (seratus delapan
puluh) hari terhitung sejak tanggal putusan yang dimohonkan peninjauan kembali
berkekuatan hukum tetap.
(2) Pengajuan
permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 40 ayat (3) huruf b dilakukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal putusan yang dimohonkan peninjauan kembali berkekuatan
hukum tetap.
(3) Permohonan
peninjauan kembali disampaikan kepada panitera Pengadilan Niaga.
(4) Panitera
Pengadilan Niaga mendaftarkan permohonan peninjauan kembali pada tanggal
permohonan diajukan, dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang
ditandatangani panitera dengan tanggal yang sama seperti tanggal permohonan
didaftarkan.
(5) Panitera
menyampaikan permohonan peninjauan kembali kepada Panitera Mahkamah Agung dalam
jangka waktu 1 (satu) hari terhitung sejak tanggal permohonan didaftarkan.
Bagian
Kelima
Penyelesaian
Sengketa di Luar Pengadilan
Pasal
42
(1) Selain
penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud dalam Bagian Pertama Bab ini
para pihak dapat menyelesaikan sengketa yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi
informasi melalui arbitrase atau penyelesaian sengketa alternatif.
(2) Sengketa
perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui penyelesaian sengketa
alternatif berdasarkan itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara
litigasi di Pengadilan.
(3) Penyelesaian
sengketa melalui penyelesaian sengketa alternative sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) dilakukan dalam pertemuan langsung oleh para pihak dalam waktu paling
lama 14 (empat belas) hari.
(4) Hasil
kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dituangkan dalam suatu
kesepakatan tertulis yang ditandatangani para pihak.
(5) Apabila
penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak terlaksana para pihak
dapat menunjuk seorang atau lebih penasehat ahli.
(6) Apabila
dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari penasehat ahli tidak dapat
menyelesaikan sengketa atau tidak berhasil mempertemukan kedua belah pihak maka
para pihak dapat menunjuk seorang mediator.
(7) Mediator
harus telah melaksanakan tugasnya dan memulai upaya mediasi dalam waktu paling
lama 7 (tujuh) hari setelah penunjukkan mediator.
(8) Usaha
penyelesaian sengketa melalui mediator sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dan
ayat (7) dilaksanakan dengan memegang teguh kerahasiaan dan harus tercapai
kesepakatan dalam bentuk tertulis dan ditandatangani para pihak dalam waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari.
(9) Kesepakatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (8) bersifat final dan mengikat dan harus
dilaksanakan dengan itikad baik serta didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan dan kesepakatan tersebut
wajib selesai dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
pendaftaran.
(10) Apabila
usaha penyelesaian sengketa alternatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
sampai ayat (9) tidak tercapai para pihak berdasarkan kesepakatan tertulis
dapat mengajukan sengketanya melalui arbitrase.
BAB
IX
PERAN
PEMERINTAH DAN MASYARAKAT
Pasal
43
(1) Pemerintah
berperan meningkatkan pemanfaatan teknologi informasi melalui penetapan
kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian serta dilakukan secara
menyeluruh dan terpadu dengan memperhatikan pemikiran dan pandangan yang
berkembang dalam masyarakat serta perkembangan global.
(2) Masyarakat
berperan meningkatkan pemanfaatan teknologi informasi melalui penggunaan dan
penyelenggaraan informasi elektronik dan transaksi elektronik sesuai dengan
ketentuan undang-undang ini.
(3) Pemerintah
dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat dalam hal masyarakat menderita
kerugian akibat pemanfaatan teknologi informasi yang mempengaruhi perikehidupan
pokok masyarakat.
(4) Ketentuan
mengenai peran Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
44
(1) Peran serta
masyarakat dapat diselenggarakan oleh lembaga yang dibentuk oleh masyarakat.
(2) Lembaga
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memiliki pula fungsi koordinasi, konsultasi
dan mediasi.
(3) Ketentuan
mengenai pembentukan lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB
X
YURISDIKSI
Pasal
45
Undang-undang
ini berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan untuk
setiap orang di luar Indonesia yang melakukan tindak pidana sebagaimana diatur
dalam undang-undang ini yang akibatnya dirasakan di Indonesia.
Pasal
46
Pengadilan di
Indonesia berwenang mengadili setiap tindak pidana di bidang
teknologi
informasi yang dilakukan oleh setiap orang, baik di Indonesia
maupun di luar
Indonesia yang akibatnya dirasakan di Indonesia.
BAB
XI
PENYIDIKAN
Pasal
47
(1) Selain
Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu di lingkungan Departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di
bidang teknologi informasi diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan
tindak pidana di bidang informasi dan transaksi elektronik.
(2) Penyidik
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. menerima
laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di bidang
teknologi informasi;
b. memanggil
orang untuk didengar dan atau diperiksa sebagai tersangka atau saksi sehubungan
dengan tindak pidana di bidang teknologi informasi;
c. melakukan
pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak
pidana di bidang teknologi informasi;
d. melakukan
pemeriksaan terhadap orang dan atau badan usaha yang diduga melakukan tindak
pidana di bidang teknologi informasi;
e. melakukan
pemeriksaan alat dan atau sarana yang berkaitan dengan kegiatan teknologi
informasi yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang
teknologi informasi;
f. melakukan
penggeledahan terhadap tempat tertentu yang diduga digunakan sebagai tempat
untuk melakukan tindak pidana di bidang teknologi informasi;
g. melakukan
penyegelan dan penyitaan terhadap alat dan atau sarana kegiatan teknologi
informasi yang diduga digunakan secara menyimpang dari ketentuan yang berlaku;
h. meminta bantuan
ahli yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana di bidang
teknologi informasi;
i. mengadakan
penghentian penyidikan tindak pidana di bidang teknologi informasi.
(3) Penyidik
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan
penyidikan yang sedang dilaporkannya dan melaporkan hasil penyidikannya kepada
Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
(4) Kewenangan
penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan Undang-undang Hukum Acara Pidana.
BAB
XII
KETENTUAN
PIDANA
Pasal
48
Barang siapa
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak
Rp. 1.000.000.000.,- (satu milyar rupiah).
Pasal
49
Barang siapa
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 28 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan atau denda paling
banyak Rp. 100.000.000.,- (seratus juta rupiah).
Pasal
50
(1) Barang siapa
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan atau denda paling banyak
Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
(2) Tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dituntut atas pengaduan
dari orang yang terkena tindak pidana.
Pasal
51
Barang siapa
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2), Pasal 29 ayat
(3), Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32 ayat (1), Pasal 32 ayat (2), Pasal 32 ayat (3),
Pasal 32 ayat (4), Pasal 35 ayat (2), atau Pasal 36, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan atau denda paling banyak Rp.
2.000.000.000.,- (dua milyar rupiah).
Pasal
52
Barang siapa
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1), Pasal 33 ayat
(2), Pasal 34, atau Pasal 35 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan atau denda paling banyakRp. 2.000.000.000.,- (dua
milyar rupiah).
BAB
XIII
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal
53
Pada saat
berlakunya undang-undang ini, semua peraturan perundangundangan dan
kelembagaan-kelembagaan yang ada yang berhubungan dengan pemanfaatan teknologi
informasi yang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dinyatakan tetap
berlaku dan diakui.
BAB
XIV
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
54
Undang-undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan undangundang ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Kesimpulan
Penerapan
Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik di Indonesia belum
sepenuhnya diterapkan karena sulitnya mengawasi transaksi dengan media
internet.
Referensi
Anonim:2001.
RUU Informasi dan Transaksi Elektronik.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar