Sabtu, 24 Mei 2014

Peraturan & Regulasi tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)


 Disusun Oleh: 
Amelia Pratiwi (10110606)
Jeanny Fatma Mutmainnah (13110733)
Jurusan Sistem Informasi, Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi, Universitas Gunadarma
Jakarta
2014 





Saat ini telah lahir hukum baru yang dikenal dengan hukum cyber atau hukum telematika. Atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum mayantara.


Di Indonesia, sudah ada UU ITE, UU No. 11 tahun 2008 yang mengatur tentang informasi dan transaksi elektonik, Undang-Undang ini memiliki jangkauan yurisdiksi tidak semata-mata untuk perbuatan hukum yang berlaku di Indonesia dan/atau dilakukan oleh warga negara Indonesia, tetapi juga berlaku untuk perbuatan hukum yang dilakukan di luar wilayah hukum (yurisdiksi) Indonesia baik oleh warga negara Indonesia maupun warga negara asing atau badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing yang memiliki akibat hukum di Indonesia, mengingat pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik dapat bersifat lintas teritorial atau universal.



REGULASI KONTEN

Semakin banyak Munculnya beberapa kasus “CyberCrime” di Indonesia, seperti pencurian kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap transmisi data orang lain, misalnya email, dan memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke dalam programmer komputer. Maka dibuatnya sebuah regulasi konten, yaitu:

1. Keamanan nasional

instruksi pada pembuatan bom, produksi obat/racun tidak sah, aktivitas teroris



2. protection of minors(Perlindungan pelengkap)

a. abusive forms of marketing

b. violence

c. pornography



3. Protection of human dignity(Perlindungan martabat manusia)

a. hasutan kebencian rasial

b. diskriminasi rasial



4. keamanan ekonomi

a. penipuan

b. instructions on pirating credit cards

c. scam, cybercrime



5. Keamanan indormasi

a. Cybercrime

b. Phising



6. Protection of Privacy

7. Protection of Reputation

8. Intellectual Property



Perlunya Peraturan dalam Cyberlaw

Sebagai orang yang sering memanfaatkan internet untuk keperluaan sehari-hari sebaiknya kita membaca undang-undang transaksi elektronis yang telah disyahkan pada tahun 2008. Undang undang tersebut dapat didownload dari website www.ri.go.id yang linknya di sini. Kita dapat langsung membaca bab VII yang mengatur tentang tindakan yang dilarang.



Permasalahan yang sering muncul adalah bagaimana menjaring berbagai kejahatan komputer dikaitkan dengan ketentuan pidana yang berlaku karena ketentuan pidana yang mengatur tentang kejahatan komputer yang berlaku saat ini masih belum lengkap.



Banyak kasus yang membuktikan bahwa perangkat hukum di bidang TI masih lemah. Seperti contoh, masih belum dilakuinya dokumen elektronik secara tegas sebagai alat bukti oleh KUHP. Hal tersebut dapat dilihat pada UU No8/1981 Pasal 184 ayat 1 bahwa undang-undang ini secara definitif membatasi alat-alat bukti hanya sebagai keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa saja. Demikian juga dengan kejahatan pornografi dalam internet, misalnya KUH Pidana pasal 282 mensyaratkan bahwa unsur pornografi dianggap kejahatan jika dilakukan di tempat umum.



Hingga saat ini, di negara kita ternyata belum ada pasal yang bisa digunakan untuk menjerat penjahat cybercrime. Untuk kasuss carding misalnya, kepolisian baru bisa menjerat pelaku kejahatan komputer dengan pasal 363 soal pencurian karena yang dilakukan tersangka memang mencuri data kartu kredit orang lain.



Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.



Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.



Latar Belakang Indonesia Memerlukan UU ITE

1. Hampir semua Bank di Indonesia sudah menggunakan ICT. Rata-rata harian nasional transaksi RTGS, kliring dan Kartu Pembayaran di Indonesia yang semakin cepat perkembangannya setiap tahun

2. Sektor pariwisata cenderung menuju e-tourism ( 25% booking hotel sudah dilakukan secara online dan prosentasenya cenderung naik tiap tahun)

3. Trafik internet Indonesia paling besar mengakses Situs Negatif, sementara jumlah pengguna internet anak-anak semakin meningkat.

4. Proses perijinan ekspor produk indonesia harus mengikuti prosedur di negera tujuan yang lebih mengutamakan proses elektronik. Sehingga produk dari Indonesia sering terlambat sampai di tangan konsumen negara tujuan daripada kompetitor.

5. Ancaman perbuatan yang dilarang (Serangan (attack), Penyusupan (intruder) atau Penyalahgunaan (Misuse/abuse)) semakin banyak.(sumber :



RUU Informasi dan Transaksi Elektronik

Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik memuat beberapa hal yakni: masalah yurisdiksi, perlindungan hak pribadi, azas perdagangan secara e-commerce, azas persaingan usaha usaha tidak sehat dan perlindungan konsumen, azas-azas hak atas kekayaan intelektual (HaKI) dan Hukum Internasional serta azas Cybercrime.



Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik telah di susun sejak tahun 2001. Penyusunan materi UU ITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua institusi pendidikan yakni Unpad dan UI. Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi dan Informasi sedangkan Tim UI oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Pada penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama dengan para pakar di ITB yang kemudian menamai naskah akademisnya dengan RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI). Sedangkan tim UI menamai naskah akademisnya dengan RUU Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik.



Kedua naskah akademis tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali oleh tim yang dipimpin Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono), sehingga namanya menjadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana disahkan oleh DPR. Pada tanggal 25 Maret 2008 pemerintah melalui Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) telah mengesahkan undang–undang baru tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).



Undang-Undang ITE

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UU ITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. UU ITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan.



Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.



Secara umum, materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik dan pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang. Pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik mengacu pada beberapa instrumen internasional, seperti UNCITRAL Model Law on eCommerce dan UNCITRAL Model Law on eSignature. Bagian ini dimaksudkan untuk mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat umumnya guna mendapatkan kepastian hukum dalam melakukan transaksi elektronik. Beberapa materi yang diatur, antara lain:

1. pengakuan informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah (Pasal 5 & Pasal 6 UU ITE);

2. tanda tangan elektronik (Pasal 11 & Pasal 12 UU ITE);

3. penyelenggaraan sertifikasi elektronik (certification authority, Pasal 13 & Pasal 14 UU ITE); dan

4. penyelenggaraan sistem elektronik (Pasal 15 & Pasal 16 UU ITE);



Beberapa materi perbuatan yang dilarang (cybercrimes) yang diatur dalam UU ITE, antara lain:

1. konten ilegal, yang terdiri dari, antara lain: kesusilaan, perjudian, penghinaan/pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan (Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29 UU ITE);

2. akses ilegal (Pasal 30);

3. intersepsi ilegal (Pasal 31);

4. gangguan terhadap data (data interference, Pasal 32 UU ITE);

5. gangguan terhadap sistem (system interference, Pasal 33 UU ITE);

6. penyalahgunaan alat dan perangkat (misuse of device, Pasal 34 UU ITE);



UU ITE terdiri dari 13 Bab dan 54 Pasal yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan hidup di dunia maya dan transaksi yang terjadi didalamnya. Bagian-bagian UU ITE :

Bab 1 : Ketentuan Umum (Pasal 1)

Bab 2 : Asas & Tujuan (Pasal 2 – Pasal 3)

Bab 3 : Informasi Elektronik (Pasal 4 – Pasal 16)

Bab 4 : Penyelenggaraan Sistem Elektronik (Pasal 12 – Pasal 18)

Bab 5 : Transaksi Elektronik (Pasal 19 – Pasal 25)

Bab 6 : Nama Domain, Hak Kekayaan Intelektual & Perlindungan Hak Pribadi (Pasal 26 – Pasal 28)

Bab 7 : Pemanfaatan Teknologi Informasi  Perlindungan Sistem Elektronik (Pasal 29 – Pasal 36)

Bab 8 : Penyelesaian Sengketa (Pasal 37 – Pasal 42)

Bab 9 : Peran Pemerintah & Masyarakat (Pasal 43 – Pasal 44)

Bab 10 : Yurisdiksi (Pasal 45 – Pasal 46)

Bab 11 : Penyidikan (Pasal 47)

Bab 12 : Ketentuan Pidana (Pasal 48 – Pasal 52)

Bab 13 : Ketentuan Peralihan (Pasal 53)

Bab 14 : Ketentuan Penutup (Pasal 54)



 Tujuan UU ITE

1. Mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari MID (Masyarakat Informasi Dunia)

2. Mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat.

3. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik.

4. Membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan TI seoptimal mungkin dan bertanggung jawab.

5. Memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara TI.



Sumber: