Amelia
Pratiwi (10110606)
Jeanny
Fatma Mutmainnah (13110733)
Jurusan
Sistem Informasi, Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi, Universitas
Gunadarma
Jakarta
2014
Saat ini telah lahir hukum baru yang dikenal dengan hukum cyber atau hukum telematika. Atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum mayantara.
Di
Indonesia, sudah ada UU ITE, UU No. 11 tahun 2008 yang mengatur tentang
informasi dan transaksi elektonik, Undang-Undang ini memiliki jangkauan
yurisdiksi tidak semata-mata untuk perbuatan hukum yang berlaku di Indonesia
dan/atau dilakukan oleh warga negara Indonesia, tetapi juga berlaku untuk
perbuatan hukum yang dilakukan di luar wilayah hukum (yurisdiksi) Indonesia
baik oleh warga negara Indonesia maupun warga negara asing atau badan hukum
Indonesia maupun badan hukum asing yang memiliki akibat hukum di Indonesia,
mengingat pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Informasi Elektronik dan
Transaksi Elektronik dapat bersifat lintas teritorial atau universal.
REGULASI
KONTEN
Semakin
banyak Munculnya beberapa kasus “CyberCrime” di Indonesia, seperti pencurian
kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap transmisi data orang lain,
misalnya email, dan memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang
tidak dikehendaki ke dalam programmer komputer. Maka dibuatnya sebuah regulasi
konten, yaitu:
1. Keamanan
nasional
instruksi
pada pembuatan bom, produksi obat/racun tidak sah, aktivitas teroris
2.
protection of minors(Perlindungan pelengkap)
a. abusive
forms of marketing
b. violence
c. pornography
3.
Protection of human dignity(Perlindungan martabat manusia)
a. hasutan
kebencian rasial
b. diskriminasi
rasial
4. keamanan
ekonomi
a. penipuan
b. instructions
on pirating credit cards
c. scam,
cybercrime
5. Keamanan
indormasi
a. Cybercrime
b. Phising
6.
Protection of Privacy
7.
Protection of Reputation
8.
Intellectual Property
Perlunya Peraturan dalam Cyberlaw
Sebagai
orang yang sering memanfaatkan internet untuk keperluaan sehari-hari sebaiknya
kita membaca undang-undang transaksi elektronis yang telah disyahkan pada tahun
2008. Undang undang tersebut dapat didownload dari website www.ri.go.id yang
linknya di sini. Kita dapat langsung membaca bab VII yang mengatur tentang
tindakan yang dilarang.
Permasalahan
yang sering muncul adalah bagaimana menjaring berbagai kejahatan komputer
dikaitkan dengan ketentuan pidana yang berlaku karena ketentuan pidana yang
mengatur tentang kejahatan komputer yang berlaku saat ini masih belum lengkap.
Banyak kasus
yang membuktikan bahwa perangkat hukum di bidang TI masih lemah. Seperti
contoh, masih belum dilakuinya dokumen elektronik secara tegas sebagai alat
bukti oleh KUHP. Hal tersebut dapat dilihat pada UU No8/1981 Pasal 184 ayat 1
bahwa undang-undang ini secara definitif membatasi alat-alat bukti hanya
sebagai keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan
terdakwa saja. Demikian juga dengan kejahatan pornografi dalam internet,
misalnya KUH Pidana pasal 282 mensyaratkan bahwa unsur pornografi dianggap kejahatan
jika dilakukan di tempat umum.
Hingga saat
ini, di negara kita ternyata belum ada pasal yang bisa digunakan untuk menjerat
penjahat cybercrime. Untuk kasuss carding misalnya, kepolisian baru bisa
menjerat pelaku kejahatan komputer dengan pasal 363 soal pencurian karena yang
dilakukan tersangka memang mencuri data kartu kredit orang lain.
Undang-undang
Informasi dan Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap
orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum
Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di
luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
Informasi
Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak
terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data
interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks,
telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau
perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang
yang mampu memahaminya.
Latar Belakang Indonesia Memerlukan
UU ITE
1. Hampir
semua Bank di Indonesia sudah menggunakan ICT. Rata-rata harian nasional
transaksi RTGS, kliring dan Kartu Pembayaran di Indonesia yang semakin cepat
perkembangannya setiap tahun
2. Sektor
pariwisata cenderung menuju e-tourism ( 25% booking hotel sudah dilakukan
secara online dan prosentasenya cenderung naik tiap tahun)
3. Trafik
internet Indonesia paling besar mengakses Situs Negatif, sementara jumlah
pengguna internet anak-anak semakin meningkat.
4. Proses
perijinan ekspor produk indonesia harus mengikuti prosedur di negera tujuan
yang lebih mengutamakan proses elektronik. Sehingga produk dari Indonesia
sering terlambat sampai di tangan konsumen negara tujuan daripada kompetitor.
5. Ancaman
perbuatan yang dilarang (Serangan (attack), Penyusupan (intruder) atau
Penyalahgunaan (Misuse/abuse)) semakin banyak.(sumber :
RUU Informasi dan Transaksi
Elektronik
Rancangan
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik memuat beberapa hal yakni:
masalah yurisdiksi, perlindungan hak pribadi, azas perdagangan secara
e-commerce, azas persaingan usaha usaha tidak sehat dan perlindungan konsumen,
azas-azas hak atas kekayaan intelektual (HaKI) dan Hukum Internasional serta
azas Cybercrime.
Rancangan
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik telah di susun sejak tahun
2001. Penyusunan materi UU ITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang
disusun oleh dua institusi pendidikan yakni Unpad dan UI. Tim Unpad ditunjuk
oleh Departemen Komunikasi dan Informasi sedangkan Tim UI oleh Departemen
Perindustrian dan Perdagangan. Pada penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama dengan
para pakar di ITB yang kemudian menamai naskah akademisnya dengan RUU
Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI). Sedangkan tim UI menamai naskah
akademisnya dengan RUU Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik.
Kedua naskah
akademis tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali oleh tim yang
dipimpin Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah Susilo Bambang
Yudhoyono), sehingga namanya menjadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik sebagaimana disahkan oleh DPR. Pada tanggal 25 Maret 2008 pemerintah
melalui Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) telah mengesahkan
undang–undang baru tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Undang-Undang ITE
Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengatur berbagai perlindungan
hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi
maupun pemanfaatan informasinya. Pada UU ITE ini juga diatur berbagai ancaman
hukuman bagi kejahatan melalui internet. UU ITE mengakomodir kebutuhan para
pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan
kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital
sebagai bukti yang sah di pengadilan.
Undang-undang
Informasi dan Transaksi Elektronik berlaku untuk setiap orang yang melakukan
perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di
wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki
akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum
Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
Secara umum,
materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dibagi menjadi
dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik
dan pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang. Pengaturan mengenai informasi
dan transaksi elektronik mengacu pada beberapa instrumen internasional, seperti
UNCITRAL Model Law on eCommerce dan UNCITRAL Model Law on eSignature. Bagian
ini dimaksudkan untuk mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan
masyarakat umumnya guna mendapatkan kepastian hukum dalam melakukan transaksi
elektronik. Beberapa materi yang diatur, antara lain:
1. pengakuan
informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah (Pasal 5 &
Pasal 6 UU ITE);
2. tanda
tangan elektronik (Pasal 11 & Pasal 12 UU ITE);
3. penyelenggaraan
sertifikasi elektronik (certification authority, Pasal 13 & Pasal 14 UU
ITE); dan
4. penyelenggaraan
sistem elektronik (Pasal 15 & Pasal 16 UU ITE);
Beberapa
materi perbuatan yang dilarang (cybercrimes) yang diatur dalam UU ITE, antara
lain:
1. konten
ilegal, yang terdiri dari, antara lain: kesusilaan, perjudian,
penghinaan/pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan (Pasal 27, Pasal 28,
dan Pasal 29 UU ITE);
2. akses
ilegal (Pasal 30);
3. intersepsi
ilegal (Pasal 31);
4. gangguan
terhadap data (data interference, Pasal 32 UU ITE);
5. gangguan
terhadap sistem (system interference, Pasal 33 UU ITE);
6. penyalahgunaan
alat dan perangkat (misuse of device, Pasal 34 UU ITE);
UU ITE
terdiri dari 13 Bab dan 54 Pasal yang mengupas secara mendetail bagaimana
aturan hidup di dunia maya dan transaksi yang terjadi didalamnya. Bagian-bagian
UU ITE :
Bab 1 :
Ketentuan Umum (Pasal 1)
Bab 2 : Asas
& Tujuan (Pasal 2 – Pasal 3)
Bab 3 :
Informasi Elektronik (Pasal 4 – Pasal 16)
Bab 4 :
Penyelenggaraan Sistem Elektronik (Pasal 12 – Pasal 18)
Bab 5 :
Transaksi Elektronik (Pasal 19 – Pasal 25)
Bab 6 : Nama
Domain, Hak Kekayaan Intelektual & Perlindungan Hak Pribadi (Pasal 26 –
Pasal 28)
Bab 7 :
Pemanfaatan Teknologi Informasi Perlindungan Sistem Elektronik (Pasal 29
– Pasal 36)
Bab 8 :
Penyelesaian Sengketa (Pasal 37 – Pasal 42)
Bab 9 :
Peran Pemerintah & Masyarakat (Pasal 43 – Pasal 44)
Bab 10 :
Yurisdiksi (Pasal 45 – Pasal 46)
Bab 11 :
Penyidikan (Pasal 47)
Bab 12 :
Ketentuan Pidana (Pasal 48 – Pasal 52)
Bab 13 :
Ketentuan Peralihan (Pasal 53)
Bab 14 :
Ketentuan Penutup (Pasal 54)
Tujuan UU ITE
1. Mencerdaskan
kehidupan bangsa sebagai bagian dari MID (Masyarakat Informasi Dunia)
2. Mengembangkan
perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
rakyat.
3. Meningkatkan
efisiensi dan efektivitas pelayanan publik.
4. Membuka
kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk memajukan pemikiran dan
kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan TI seoptimal mungkin dan
bertanggung jawab.
5. Memberikan
rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara TI.
Sumber: